Penyelengaraan
peradilan pidana merupakan mekanisme bekerjanya aparat penegak hukum
pidana mulai dari proses penyelidikan dan penyidikan, penangkapan,
penahanan, penuntutan, sampai pemeriksaan di sidang pengadilan . Atau
dengan kata lain bekerjanya polisi, jaksa,hakim,dan petugas lembaga
pemasyarakatan, yang berarti pula berproses atau bekerjanya hukum acara
pidana. Usaha-usaha ini di lakukan demi untuk mencapai tujuan dari
peradilan pidana.
Dalam rangka mencapai tujuan dalam peradilan pidana tersebut,
masing-masing petugas hukum (Polisi,Jaksa,Hakim) meskipun tugasnya
berbeda-beda tetapi mereka harus bekerja dalam satu kesatuan sistem.
Artinya, kerja masing-masing petugas hukum tersebut harus berhubungan
secara pungsional. Peradilan pidana dipandang sebagai suatu sistem. Karena dalam
peradilan pidana tersebut, terdapat beberapa lembaga yang masing-masing
mempunyai wewenang dan tugas sesuai dengan bidangnya serta peraturan
yang berlaku. Walaupun dalam peradilan pidana itu terdapat berbagi
komponen, akan tetapi sasaran semua lembaga tersebut adalah
menanggulangi kejahatan (Over coming of crime) dan pencegahan kejahatan
(Prevention of crime). Oleh karena itu sistem peradilan pidana itu
harus dibangun dari proses proses sosial di dalam masyarakat. Artinya
sistem peradilan pidana dalam hal ini harus memperhatikan perkembangan dalam masyarakat.
Pandangan “Hukum sebagai sistem” adalah pandangan yang cukup tua meski
arti sistem dalam berbagi teori yang berpandangan demikian itu tidak
selalu seragam. Kebanyakan ahli hukum berkeyakinan bahwa teori hukum
yang mereka kemukakan di dalamnya terdapat suatu sistem. Tetapi mereka
jarang sekali menunjukan tentutan teori mana saja yang diperlukan dalam
membangun kualitas sistematis hukum, dan mana saja yang diperlukan
untuk membangun kualitas sistematis hukum, dan mana saja yang dapat
memberikan deskripsi detail untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Peratama
sistem hukum mempunyai sturuktur, dalam hal ini sistem hukum terus
berubah, namun bagian-bagian sistem itu berubah dalam kecepatan yang
berbeda, dan setiap bagian berubah tidak secepat bagian tertentu
lainnya, ada pola jangka panjang yang berkesinambungan struktur sistem
hukum, dengan kata lain adalah kerangka atau rangkain, bagian yang tetap
bertahan, bagian yang memberi semacam bentuk dan batasan terhadap
keseluruhan. Kedua sistem hukum mempunyai subtansi, yang dimaksud dengan subtansi
adalah aturan,norma, dan pola perilaku manusia yang nyata dalam sistem
hukum. Dan yang ketiga, sistem hukum mempunyai kultur (budaya hukum) adalah
sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum, di dalamnya terdapat
kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya.
Istilah dan Pengertian Sistem Peradilan Pidana
Sistem
Peradilan pidana, disebut juga sebagai “Criminal Justice Preocess”
yang dimulai dari proses penangkapan, penahanan, penuntutan, dan
pemeriksaan di muka pengadilan, serta diakhiri dengan pelaksanaan
pidana di lembaga pemasyarakatan.
Model Sistem Peradilan pidana
Dalam sistem peradilan pidana ini, umumnya dikenal ada tiga bentuk pendekatan, yaitu: Normatif, administratif, sosial.
Pendekatan
Normatif memandang keempat aparatur penegak hukum (Kepolisian,
Kejaksaan, Pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan) sebagai isntitusi
pelaksanaan perundang-undangan yang berlaku sehingga keempat aparatur
tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem penegakan
hukum semata-mata. Pendekatan Administratif memandang keempat penegak hukum sebagai suatu
organisasi manajemen yang memiliki mekanisme kerja, baik hubungan yang
bersifat horizontal maupun yang bersifat vertikal sesuai dengan
struktur organisasi yang berlaku dalam organisasi yang berlaku dalam
organisasi yang berlaku dalam organisasi tersebut, sistem yang
digunakan adalah sistem administrasi. Pendekatan sosial memandang keempat aparatur penegak hukum merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari suatu sistem sosial sehingga
masyarakat secara keseluruhan ikut bertanggung jawab atas keberhasilana
atau ketidak berhasilan dari empat aparatur penegak hukum tersebut
dalam melaksanakan tugasnya. Sistem yang digunakan adalah sistem
sosial. Lebih jauh Herbert L.Packer,
dalam The Limit Of Criminal Sanction, telah menjelaskan adanya dua
model dalam penyelengaraan peradilan pidana. Sebelumnya perlu dijelaskan
terlebih dahulu, bahwa penggunaan model yang demikian itu tidak ada
dalam kenyataan, atau dengan kata lain bukan sesuatu demikian itu tidak
ada dalam kenyataan, atau dengan kata lain bukan sesuatu hal yang
nampak secara nyata dalam suatu sistem yang dianut dalam suatu negara,
akan tetapi merupakan sistem nilai yang dibangun atas dasar pengamatan
terhadap praktek peradilan pidana diberbagai negara Pembedaan yang
packer sebutkan adalah sesuai dengan kondisi sosial, budaya, dan
struktur masyarakat Amerika Serikat.
Pemahaman tentang model penyelengaraan peradilan pidana, khususnya di
Amerika Serikat, diperkenalkan oleh Packer berdasarkan pengamatannya,
ia mengatakan bahwa penyelengaraan peradilan pidana di America Serika,
diperkenalkan dua Model: Due Process Model dan Crime Control Model kedua model ini tidak diliat sebagai “IS” Dan “OUGHT” Packer Mengemukakan model-model tersebut sehubungan dengan adanya perbedaan pelaksanaan Proses kriminal. Mengemukakan Herberet L. Packer ciri-ciri kedua model tersebut antara lain
- The criminal Control Model tends to the emphasize this adversary aspect of the process. The due process model tends to make it central
- The value system that underlies the crime control model is based on the proposition that the respression of criminal conduct is by far the most important funcition to be performed by the criminal proces. In order to achieve this hing purpose, the criminal models requirs that primary attention be paid to the efficiency with which the criminal process operates to scren suspects determine guilt and secure appropriate disposition of prosoon concvicted of crime.
- The presumtion of guilt, as it operates in the crime control model. Is the operational expression of that confidenceit would be a mistake to think of the presumtion guilt as the opposite of the presumtion of innocence that we are so used to thinking of as the polestar of the criminal proces and that was well shall see, acuppies an important position in the due process model
- if the crime control model resembles an asembely line. The due process model look very much like an abstacle cours.
KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
BalasHapusBERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.
Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....